Estetika dan Inklusi dalam Tari Baris Bebila bagi Masyarakat Kolok

Pengenalan singkat tentang masyarakat Kolok

Masyarakat Kolok merupakan salah satu kelompok etnis yang mendiami wilayah pesisir utara Kalimantan Barat, khususnya di Kabupaten Sambas dan sekitarnya. Mereka dikenal dengan identitas budaya yang kuat, bahasa khas, serta tradisi yang kaya yang telah diwariskan secara turun-temurun. Kehidupan masyarakat Kolok banyak dipengaruhi oleh lingkungan alam sekitar, terutama sungai, laut, dan hutan tropis yang menyediakan sumber pangan serta jalur transportasi tradisional. Keharmonisan antara manusia dan alam menjadi prinsip utama dalam kehidupan sehari-hari mereka, yang tercermin dalam pola hidup, adat-istiadat, hingga kesenian yang mereka kembangkan.

Estetika dan Inklusi dalam Tari Baris Bebila bagi Masyarakat Kolok

Bahasa Kolok menjadi salah satu elemen penting dalam menjaga identitas etnis ini. Bahasa ini tidak hanya digunakan dalam komunikasi sehari-hari, tetapi juga menjadi sarana penyampaian nilai-nilai budaya, cerita rakyat, dan pengetahuan lokal yang bersifat turun-temurun. Cerita rakyat Kolok seringkali mengandung pesan moral dan kearifan lokal yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat, alam, serta hubungan sosial. Tradisi lisan ini berperan penting dalam membentuk karakter dan cara pandang masyarakat Kolok terhadap dunia di sekitar mereka.

Salah satu ciri khas masyarakat Kolok adalah struktur sosial yang bersifat komunal dan kolektif. Hubungan antarkeluarga dan antarkomunitas sangat erat, di mana norma-norma sosial menekankan gotong royong, saling membantu, dan menjaga keharmonisan bersama. Acara adat, perayaan panen, dan ritual keagamaan sering melibatkan partisipasi seluruh warga, yang menunjukkan bahwa kehidupan masyarakat Kolok sangat bergantung pada interaksi sosial yang harmonis. Rasa kebersamaan ini juga tercermin dalam bentuk seni dan budaya, termasuk dalam tarian, musik, dan upacara adat yang diselenggarakan secara kolektif.

Agama dan kepercayaan juga memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat Kolok. Mayoritas masyarakat memeluk agama Islam, yang telah masuk ke wilayah ini sejak abad ke-16 melalui jalur perdagangan dan interaksi dengan pedagang dari pesisir Sumatra dan Melayu. Kehadiran Islam tidak menghapuskan tradisi lokal, melainkan membaur dengan adat dan seni yang sudah ada. Hal ini menghasilkan sebuah budaya yang unik, di mana unsur religius dan kearifan lokal berpadu menjadi identitas yang khas. Ritual keagamaan, seperti perayaan Maulid Nabi, disertai dengan pertunjukan seni tradisional, termasuk tarian dan musik khas Kolok, yang menegaskan hubungan erat antara spiritualitas dan ekspresi budaya.

Kehidupan ekonomi masyarakat Kolok tradisionalnya banyak bergantung pada sektor pertanian dan perikanan. Mereka mengandalkan sungai dan laut sebagai sumber utama ikan dan hasil laut lainnya, sementara lahan pertanian menyediakan kebutuhan pangan pokok. Aktivitas ekonomi ini tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi juga membentuk budaya kerja sama dan solidaritas. Misalnya, kegiatan menanam padi atau menangkap ikan dilakukan secara bergotong royong, yang sekaligus menjadi momen penguatan ikatan sosial antaranggota komunitas.

Selain itu, masyarakat Kolok memiliki tradisi kesenian yang kaya dan beragam, mulai dari musik, tarian, hingga kerajinan tangan. Tari Baris Bebila, misalnya, menjadi salah satu ekspresi seni yang memadukan estetika gerak, simbolisme, dan partisipasi komunitas. Tarian ini tidak hanya dinikmati sebagai hiburan, tetapi juga berfungsi sebagai media pendidikan nilai sosial, spiritualitas, dan identitas etnis. Melalui tarian, generasi muda diperkenalkan pada kearifan lokal, sejarah komunitas, serta pentingnya inklusi sosial dalam kegiatan budaya.

Secara keseluruhan, masyarakat Kolok merupakan komunitas yang memegang teguh tradisi, religiusitas, dan solidaritas sosial. Mereka menekankan keharmonisan antara manusia dan alam, pentingnya komunikasi dan tradisi lisan, serta nilai-nilai kolektif dalam kehidupan sehari-hari. Kesenian, termasuk Tari Baris Bebila, muncul sebagai cerminan dari karakter masyarakat ini: indah secara estetika, kaya makna, dan inklusif secara sosial. Memahami masyarakat Kolok berarti menghargai keseimbangan antara tradisi, identitas, dan dinamika kehidupan kontemporer yang terus berkembang.

Peran tari dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat:

Tari memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat, termasuk di kalangan masyarakat Kolok. Bagi komunitas tradisional, tari bukan sekadar hiburan atau ekspresi artistik semata, melainkan juga sarana komunikasi, pendidikan, dan penguatan nilai-nilai sosial. Melalui tari, masyarakat menyalurkan identitas kolektif mereka, mengajarkan norma-norma sosial, serta mempererat hubungan antaranggota komunitas. Dalam konteks ini, tarian seperti Baris Bebila tidak hanya menjadi pertunjukan visual yang memukau, tetapi juga sebuah medium integrasi sosial yang menyatukan generasi, gender, dan berbagai lapisan masyarakat.

Salah satu fungsi utama tari adalah sebagai sarana ritual dan upacara adat. Dalam masyarakat Kolok, tarian sering diselenggarakan untuk menandai momen-momen penting, seperti perayaan panen, pernikahan, atau ritual keagamaan. Tarian ini biasanya disertai dengan musik tradisional, kostum khas, dan gerakan simbolis yang memiliki makna tertentu. Misalnya, gerakan-gerakan tertentu dalam Tari Baris Bebila melambangkan keberanian, keharmonisan, atau rasa syukur kepada Tuhan dan leluhur. Dengan demikian, tari berfungsi sebagai jembatan antara manusia dan nilai-nilai spiritual, sekaligus sebagai alat untuk melestarikan adat istiadat yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Selain itu, tari berperan sebagai media pendidikan sosial dan budaya. Anak-anak dan generasi muda diperkenalkan pada tarian tradisional sejak dini, baik melalui kegiatan komunitas maupun pendidikan formal di sekolah lokal. Proses belajar tari tidak hanya mengajarkan gerakan dan ritme, tetapi juga menanamkan nilai-nilai seperti disiplin, kerja sama, rasa hormat, dan kebanggaan terhadap identitas etnis. Dalam banyak kasus, partisipasi dalam tarian kolektif mendorong interaksi sosial lintas usia dan gender, sehingga memperkuat kohesi komunitas. Anak-anak yang belajar tari tradisional tidak hanya menguasai teknik, tetapi juga memahami makna simbolis di balik setiap gerakan, sehingga mereka tumbuh dengan kesadaran akan budaya dan sejarah komunitasnya.

Tari juga berfungsi sebagai alat ekspresi identitas dan kreativitas masyarakat. Setiap kelompok etnis memiliki gaya, kostum, dan pola gerak khas yang membedakan mereka dari kelompok lain. Dalam konteks masyarakat Kolok, Tari Baris Bebila menjadi simbol identitas budaya yang unik, mencerminkan estetika, filosofi hidup, dan nilai-nilai sosial mereka. Partisipasi aktif masyarakat dalam pertunjukan tari memungkinkan individu untuk mengekspresikan diri sekaligus memperkuat rasa memiliki terhadap komunitas. Di samping itu, pertunjukan tari di festival budaya atau kegiatan publik menjadi sarana untuk memperkenalkan budaya Kolok kepada masyarakat luas, termasuk wisatawan, sehingga budaya lokal tetap relevan di era modern.

Selain aspek sosial dan identitas, tari memiliki fungsi rekreatif dan terapeutik. Aktivitas menari bersama dapat mengurangi stres, meningkatkan kesehatan fisik, dan membangun kebahagiaan kolektif. Masyarakat Kolok menggunakan tari dalam berbagai kesempatan untuk merayakan kehidupan, mengekspresikan kegembiraan, dan menjaga semangat kebersamaan. Hal ini menegaskan bahwa tari bukan hanya simbol budaya, tetapi juga bagian dari keseharian yang memberi energi positif bagi komunitas.

Lebih jauh lagi, tari berperan sebagai media inklusi sosial. Dalam banyak pertunjukan, masyarakat dari berbagai latar belakang—baik laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda—dilibatkan secara setara. Hal ini memperlihatkan bahwa tari tidak membedakan status sosial, melainkan mengutamakan partisipasi kolektif. Dengan demikian, tari menjadi wahana untuk memperkuat solidaritas sosial dan menumbuhkan rasa persatuan, sekaligus menjaga tradisi tetap hidup di tengah modernisasi dan perubahan sosial.

Secara keseluruhan, tari dalam masyarakat Kolok memiliki dimensi yang sangat luas: ritual, pendidikan, identitas, hiburan, dan inklusi sosial. Tari bukan sekadar seni visual yang indah, tetapi juga media hidup yang memelihara hubungan sosial, menanamkan nilai budaya, dan menghubungkan manusia dengan sejarah, spiritualitas, dan alam sekitarnya. Melalui tarian tradisional seperti Baris Bebila, masyarakat Kolok menunjukkan bahwa seni dan budaya dapat berfungsi sebagai fondasi kehidupan sosial yang harmonis dan inklusif, sekaligus sarana untuk melestarikan warisan budaya bagi generasi mendatang.

Sejarah dan Asal-Usul Tari Baris Bebila

Tari Baris Bebila merupakan salah satu warisan budaya khas masyarakat Kolok yang memiliki akar sejarah panjang dan sarat makna simbolis. Tari ini diperkirakan lahir pada masa ketika masyarakat Kolok masih hidup secara komunal di pesisir utara Kalimantan Barat, mengandalkan sungai dan laut sebagai jalur transportasi dan sumber kehidupan. Asal-usul Tari Baris Bebila tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial, ekonomi, dan spiritual masyarakat pada masa itu. Tari ini awalnya dikembangkan sebagai bagian dari upacara adat dan ritual yang bertujuan memohon keselamatan, kesejahteraan, serta keberanian bagi anggota komunitas, terutama para nelayan dan pejuang adat yang menghadapi tantangan alam dan konflik sosial.

Secara etimologis, kata “Baris” dalam Tari Baris Bebila merujuk pada formasi atau pola gerak yang tersusun rapi, sementara “Bebila” mengacu pada alat musik tradisional atau simbol tertentu yang digunakan dalam pertunjukan. Gerakan tari Baris Bebila biasanya terdiri dari langkah-langkah berbaris yang terkoordinasi, diikuti gerakan tangan dan tubuh yang melambangkan keteguhan, keharmonisan, dan keberanian. Pola gerak ini awalnya meniru aktivitas masyarakat sehari-hari, seperti gerakan menyiapkan perahu, menarik jala, atau langkah-langkah dalam upacara perang adat, sehingga tari ini mencerminkan kehidupan fisik dan spiritual masyarakat Kolok.

Dalam perkembangannya, Tari Baris Bebila juga menjadi medium pendidikan nilai sosial dan budaya. Generasi muda diajarkan untuk menghormati leluhur, memahami hierarki sosial, dan menanamkan rasa tanggung jawab terhadap komunitas melalui partisipasi dalam tarian. Setiap gerakan, kostum, dan properti memiliki makna tertentu yang menegaskan filosofi hidup masyarakat Kolok: keberanian menghadapi tantangan, kerja sama dalam komunitas, dan keharmonisan dengan alam. Melalui proses ini, tari tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga instrumen pendidikan budaya yang efektif.

Seiring waktu, Tari Baris Bebila mengalami adaptasi terhadap perubahan sosial dan pengaruh budaya lain, termasuk dari masyarakat Melayu dan pedagang pesisir yang berinteraksi dengan Kolok. Musik pengiring, kostum, dan variasi gerakan mulai berkembang, namun esensi ritual dan simbolisme tetap dijaga. Tarian ini dipertahankan sebagai simbol identitas etnis, sekaligus sebagai sarana mempererat ikatan sosial. Bahkan dalam konteks modern, Tari Baris Bebila dipertunjukkan pada festival budaya, acara resmi, dan kegiatan pendidikan seni, menjadikannya salah satu media pelestarian warisan budaya yang relevan bagi generasi masa kini.

Dengan demikian, Tari Baris Bebila bukan sekadar pertunjukan artistik, tetapi representasi sejarah, nilai sosial, dan filosofi hidup masyarakat Kolok. Keberadaannya mengajarkan pentingnya penghormatan terhadap tradisi, peran komunitas dalam kehidupan sehari-hari, dan pemahaman akan hubungan antara manusia, budaya, dan alam. Tari ini tetap hidup dan relevan, karena masyarakat Kolok terus menjaganya sebagai warisan yang mempersatukan estetika, spiritualitas, dan inklusi sosial dalam satu kesatuan budaya yang utuh.

Estetika dalam Tari Baris Bebila

Estetika dalam Tari Baris Bebila merupakan salah satu aspek yang paling menonjol dan menjadi daya tarik utama tarian ini. Dalam konteks masyarakat Kolok, keindahan tarian tidak hanya dinilai dari keselarasan gerakan, tetapi juga dari makna simbolis, kostum, musik pengiring, dan interaksi sosial yang tercermin dalam pertunjukan. Estetika Tari Baris Bebila mencerminkan harmoni antara manusia, alam, dan nilai-nilai budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Gerakan dalam Tari Baris Bebila dirancang dengan presisi, teratur, dan memiliki ritme yang khas. Para penari melakukan langkah-langkah berbaris, berpindah posisi secara sinkron, dan mengekspresikan gerakan tangan, kepala, dan tubuh dengan penuh kesadaran akan makna simbolis. Setiap gerakan mengandung filosofi tertentu: ada yang melambangkan keberanian menghadapi tantangan, keharmonisan antaranggota komunitas, serta rasa hormat kepada leluhur dan alam. Pola gerak ini bukan hanya indah secara visual, tetapi juga memuat pesan sosial dan spiritual yang mendalam, menjadikan tarian sebagai medium komunikasi non-verbal yang efektif.

Kostum yang digunakan dalam Tari Baris Bebila menambah dimensi estetika yang kaya. Biasanya, penari mengenakan pakaian tradisional Kolok yang dihiasi dengan motif-motif khas, warna-warna yang mencolok, dan aksesoris yang melambangkan status sosial atau peran tertentu dalam tarian. Properti tambahan seperti senjata tradisional, topeng, atau hiasan kepala digunakan untuk menekankan simbolisme gerakan dan menambah visualisasi cerita yang ingin disampaikan. Kombinasi antara gerak yang ritmis dan kostum yang indah menciptakan tampilan pertunjukan yang memikat, sekaligus memperkuat makna budaya yang terkandung di dalamnya.

Musik pengiring juga memainkan peranan penting dalam membangun estetika Tari Baris Bebila. Instrumen tradisional seperti gendang, gong, dan suling memberikan ritme yang menuntun gerakan penari serta menambah nuansa dramatis pada pertunjukan. Irama musik disesuaikan dengan intensitas gerakan, dari lambat dan lembut hingga cepat dan dinamis, menciptakan keselarasan antara visual dan auditori. Musik dan gerak yang berpadu menghasilkan pengalaman estetika yang lengkap, memungkinkan penonton merasakan keindahan tarian secara fisik maupun emosional.

Selain gerak, kostum, dan musik, aspek kolektivitas juga menambah nilai estetika Tari Baris Bebila. Tarian ini sering dilakukan secara berkelompok, di mana sinkronisasi antarpenari menjadi elemen visual yang memukau. Formasi berbaris dan perubahan posisi yang harmonis menonjolkan keteraturan dan keselarasan, mencerminkan filosofi hidup masyarakat Kolok yang menekankan kebersamaan dan kerja sama. Dalam konteks ini, estetika tidak hanya bersifat individual, tetapi juga sosial, karena keindahan tercipta melalui partisipasi kolektif.

Dengan demikian, estetika dalam Tari Baris Bebila bukan sekadar soal keindahan visual atau artistik semata. Ia merupakan perpaduan antara gerak simbolik, kostum tradisional, musik pengiring, dan nilai-nilai sosial yang terkandung di dalamnya. Setiap elemen estetika tarian ini menegaskan identitas budaya masyarakat Kolok, sekaligus mengajarkan nilai-nilai keberanian, keharmonisan, dan inklusi sosial melalui media seni yang hidup dan bermakna. Melalui keindahan ini, Tari Baris Bebila mampu menghubungkan penari, penonton, dan komunitas secara emosional dan kultural, menjadikannya warisan budaya yang tetap relevan hingga saat ini.

Inklusi Sosial dalam Tari Baris Bebila

Inklusi sosial merupakan salah satu aspek penting yang membedakan Tari Baris Bebila dari sekadar pertunjukan artistik. Dalam masyarakat Kolok, tarian ini tidak hanya dinikmati sebagai hiburan atau ekspresi estetika, tetapi juga berfungsi sebagai sarana partisipasi kolektif yang melibatkan seluruh anggota komunitas, tanpa memandang usia, gender, atau status sosial. Melalui Tari Baris Bebila, masyarakat Kolok menegaskan prinsip kebersamaan, solidaritas, dan kesetaraan, yang menjadi inti dari kehidupan sosial mereka.

Partisipasi dalam Tari Baris Bebila bersifat terbuka dan inklusif. Anak-anak belajar gerakan dasar sejak dini, remaja dilibatkan dalam latihan dan pertunjukan, sedangkan orang dewasa memimpin atau membimbing proses latihan. Bahkan lansia yang telah berpengalaman dalam tradisi ini sering menjadi mentor, mengajarkan gerakan, ritme, dan makna simbolis kepada generasi muda. Dengan demikian, tarian menjadi medium pendidikan sosial, di mana nilai-nilai seperti rasa hormat, kerja sama, dan kebersamaan diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Selain dimensi usia, Tari Baris Bebila juga menunjukkan kesetaraan gender dalam partisipasi. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki peran yang jelas dan saling melengkapi dalam formasi tari. Perempuan sering menonjolkan kelembutan dan ritme gerakan yang halus, sementara laki-laki menekankan keteguhan dan kekuatan dalam gerakannya. Kombinasi ini tidak hanya memperkaya estetika pertunjukan, tetapi juga menegaskan filosofi Kolok tentang harmoni antara peran berbeda dalam komunitas. Semua penari, terlepas dari perbedaan peran, dihargai secara setara karena kontribusi mereka terhadap keberhasilan pertunjukan.

Tari Baris Bebila juga berfungsi sebagai alat integrasi sosial dalam komunitas lebih luas. Saat diadakan dalam upacara adat, perayaan panen, atau festival budaya, tarian ini melibatkan warga dari berbagai kampung atau kelompok sosial. Proses latihan dan pertunjukan mendorong interaksi antarindividu dan kelompok, membangun jaringan sosial yang lebih luas, dan menumbuhkan rasa persatuan. Pertukaran peran, pembagian tugas, dan koordinasi gerakan dalam tarian mengajarkan pentingnya saling menghargai, menyesuaikan diri, dan bekerja sama demi tujuan bersama.

Lebih jauh lagi, inklusi sosial dalam Tari Baris Bebila juga mencerminkan hubungan masyarakat Kolok dengan budaya dan identitas mereka. Setiap anggota komunitas merasa memiliki tarian ini, sehingga partisipasi dalam tarian bukan sekadar kegiatan fisik, tetapi juga penguatan identitas kolektif. Tarian menjadi simbol pemersatu yang meminimalkan hierarki sosial, mendorong kolaborasi, dan membangun kebanggaan bersama atas warisan budaya. Hal ini membuat Tari Baris Bebila relevan tidak hanya sebagai seni tradisional, tetapi juga sebagai media sosial yang mengajarkan nilai-nilai demokrasi, kesetaraan, dan inklusi.

Dengan demikian, Tari Baris Bebila menegaskan bahwa keindahan dan makna sebuah tarian tidak hanya diukur dari estetika visual atau musik pengiring, tetapi juga dari kemampuannya membawa masyarakat bersama-sama dalam harmoni sosial. Melalui partisipasi aktif dan inklusif, masyarakat Kolok memastikan bahwa setiap individu, baik muda maupun tua, laki-laki maupun perempuan, memiliki peran dan kontribusi dalam pelestarian tradisi. Tari ini menjadi bukti nyata bahwa seni tradisional dapat berfungsi sebagai media edukasi sosial, memperkuat solidaritas komunitas, dan menjaga identitas budaya secara berkelanjutan.

Penerapan Tari Baris Bebila di Masyarakat Kolok Bengkala

Tari Baris Bebila bukan sekadar warisan budaya yang dipertunjukkan untuk hiburan, melainkan juga memiliki penerapan yang luas dalam kehidupan masyarakat Kolok Bengkala. Dalam komunitas ini, tarian berfungsi sebagai sarana sosial, ritual, dan pendidikan budaya, yang secara langsung mempengaruhi interaksi sosial dan kohesi komunitas. Penerapan Tari Baris Bebila terlihat dalam berbagai kegiatan adat, perayaan, dan even komunitas yang berlangsung di desa atau wilayah pesisir.

Salah satu penerapan utama adalah dalam upacara adat dan ritual tradisional. Masyarakat Kolok Bengkala menggunakan Tari Baris Bebila untuk menyambut tamu penting, merayakan panen, atau menandai peristiwa penting seperti pernikahan dan khitanan. Pada momen-momen tersebut, tarian disertai musik tradisional dan kostum khas yang memperkuat nilai simbolis gerakan. Setiap langkah dan formasi penari memiliki makna tertentu, misalnya melambangkan keberanian, keharmonisan komunitas, dan rasa syukur kepada leluhur maupun Tuhan. Dengan cara ini, tarian tidak hanya menjadi hiburan visual, tetapi juga media ritual yang memupuk rasa spiritual dan kebersamaan dalam masyarakat.

Selain aspek ritual, Tari Baris Bebila juga diterapkan sebagai media pendidikan dan pelatihan generasi muda. Anak-anak dan remaja di Kolok Bengkala belajar menari sejak usia dini melalui kegiatan komunitas atau program pendidikan seni lokal. Pelatihan ini tidak hanya mengajarkan teknik dan ritme tari, tetapi juga nilai-nilai sosial seperti disiplin, kerja sama, dan penghormatan terhadap tradisi. Partisipasi aktif dalam tarian membentuk karakter individu sekaligus memperkuat rasa memiliki terhadap identitas komunitas. Dengan demikian, Tari Baris Bebila menjadi instrumen edukatif yang efektif dalam menanamkan nilai-nilai budaya dan moral.

Tarian ini juga memiliki fungsi sosial sebagai perekat komunitas. Dalam pertunjukan kolektif, seluruh anggota masyarakat—dari anak-anak hingga orang dewasa, laki-laki maupun perempuan—dilibatkan dalam latihan dan pertunjukan. Aktivitas ini mendorong interaksi antaranggota komunitas, membangun solidaritas, dan memperkuat jaringan sosial. Keberhasilan pertunjukan bergantung pada kerja sama semua pihak, sehingga setiap individu merasa dihargai dan memiliki kontribusi terhadap keberhasilan acara. Inklusi sosial ini menegaskan bahwa tarian bukan sekadar seni individu, melainkan medium kolektif yang mengajarkan persatuan dan harmoni.

Selain itu, Tari Baris Bebila kerap diterapkan dalam festival budaya atau kegiatan pariwisata lokal. Penampilan tarian di hadapan pengunjung atau wisatawan membantu memperkenalkan budaya Kolok kepada masyarakat luas, sekaligus menjadi sarana pelestarian tradisi. Hal ini memberikan kesempatan bagi generasi muda untuk mengembangkan keterampilan tari, membangun kepercayaan diri, dan menghidupkan nilai-nilai estetika serta simbolik tarian dalam konteks modern. Dengan cara ini, tarian tetap relevan, adaptif, dan dapat dinikmati oleh generasi sekarang maupun mendatang.

Secara keseluruhan, penerapan Tari Baris Bebila di masyarakat Kolok Bengkala meliputi dimensi ritual, edukatif, sosial, dan budaya populer. Tarian ini mengintegrasikan aspek estetika, simbolisme, dan inklusi sosial sehingga menjadi medium hidup yang memperkuat identitas, kohesi, dan kelestarian budaya. Keberadaannya menunjukkan bahwa tarian tradisional dapat berperan multifungsi dalam masyarakat, bukan hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai instrumen pendidikan, komunikasi sosial, dan pelestarian warisan budaya yang relevan hingga kini.